Kampung Adat Kuta merupakan sebuah komunitas adat berupa foklor atau Cerita rakyat yang perlu di lestarikan,dikembangkan,dan dimanfaatkan sebagai asset wisata budaya local daerah di Kab.Ciamis dan Jawa Barat yang telah mendapat WBTB dengan No Reg. 2012002303 Tahun 2012.
Kampung Adat Kuta terletak di Desa Karangpaningal Kecamatan Tambaksari dan berpenduduk ±2.913 jiwa pada tahun 2022. Desa Karangpaningal luasnya 984,55 hektar dan terdiri dari 6 dusun, 7 rukun warga (RW), dan 33 rukun tetangga (RT). Jarak Kampung Adat Kuta dengan pusat Desa Karangpaningal yaitu sekitar 5,6 km, lalu jarak Kampung Adat Kuta dengan pusat Kecamatan Tambaksari yaitu sekitar 9,1 km, jarak Kampung Adat Kuta dengan pusat Kabupaten Ciamis yaitu sekitar 42,3 km, dan jarak dengan pusat Provinsi Jawa Barat (Kota Bandung) yaitu sekitar 148 km. Penduduk Adat Kuta 234 Jiwa yang terdiri dari 109 KK dengan luas Area Kuta sekitar 185,195 Ha yang terdiri dari hutan keramat 31 Ha, lahan ancepan, danau, permukiman, sawah, perkebunan, dll.
Adapun batas-batas administrasi Desa Karangpaningal sebagai berikut:
Untuk batas-batas administrasi Kampung Adat Kuta sebagai berikut:
Desa Karangpaningal menjadikan desa ini sangat memelihara kelestarain budaya yang mereka miliki. Salah satu kebudayaan yang sangat kental dan terjaga kelestariannya yang ada di Desa Karangpaningal adalah Kampung Adat Kuta.
Masyarakat adat kampung kuta meyakini keyakinan tritangtu di bhuana, yaitu Tuhan-Alam-Manusia. Terdapat pepatah leluhur Kampung Kuta yaitu “Sanajan urang budak ngora, Kudu pengkuh kana papatah kolot baheula, Ulah kagoda ku alam ayeuna, Lamun embung cilaka ahirna”. Pepatah tersebut memiliki arti “Pada zaman yang semakin modern, jangan mudah tergoda pada yang akhirnya akan menyebabkan keserakahan terhadap alam. Maka dari itu harus mendengar dan menaati perkataan atau nasehat dari orangtua khususnya leluhur”. Menurut Aki Warja, aturan adat yang bersifat pamali mengikat masyarakatnya agar menjaga alam, sosial, budaya, dan lingkungan.
Saat ini seluruh masyarakat Kampung Kuta sudah memeluk agama Islam. Pada awalnya, masyarakat Kampung Kuta merupakan penganut agama Hindu sehingga pada akhirnya Aki Bumi menyebarkan agama Islam di Kampung Kuta dan diterima baik oleh Masyarakat Kampung Kuta.
Tradisi budaya di Kampung Kuta digelar dalam bentuk upacara-upacara adat sebagai bentuk melestarikan kepercayaan dengan tetap memegang kaidah keislaman dan representasi tradisi Islam. Tradisi budaya tersebut seperti Upacara Ngadegkeun, Upacara Nyuguh, Upacara Hajat Bumi atau Sedekah Bumi, Upacara Babarit, dan Upacara Saman.
Aturan-aturan yang berlaku di Kampung Adat Kuta yaitu seperti penghormatan kepada hutan (Leuweung Gede). Aturan memiliki tujuan untuk menjaga alam, lingkungan, dan keaslian sosial budaya di Kampung Kuta yang sudah turun temurun. Terdapat beberapa larangan atau pamali, dan hal tersebut harus dipatuhi yaitu:
Aturan selanjutnya yaitu mengenai pembangunan rumah yang di mana tidak boleh menggunakan bahan material permanen seperti beton dan semen. Selain itu, dalam membangun rumah diharuskan genap dan tidak boleh berjumlah ganjil. Kampung Adat Kuta juga memiliki larangan mengubur jenazah, karena masyarakatnya percaya bahwa tanah yang ditinggali itu tanah suci dan perlu dijaga keasliannya. Hal tersebut didukung perkataan “Lemah Putih Tanah Suci” sehingga lahan Kampung Adat Kuta dilarang untuk mengubur jenazah. Dibalik itu, sebab lain dilarang mengubur jenazah yaitu karena tanah di Kampung Kuta yang labil dan tidak terlalu kuat.
Aktivitas budaya merupakan kegiatan yang biasanya dilakukan perorangan oleh masyarakat Kampung Adat Kuta. Aktivitas budaya ini menjadi turun temurun dan terus dijaga, seperti Nebus Weteng, Ngarupus, Nyangkreb, dan Teya. Selain itu, masyarakat Kampung Adat Kuta masih mempercayai makhluk gaib yang melindungi Kampung Kuta, menjaga keamanan, dan kesejahteraan penduduk. Nama makhluk gaib tersebut sering disebut dalam ritual-ritual dengan ucapan “Ka Ambu, Ka Rama, Ka Raksa, Ka Bima Kalijaga nu ngageugeuh di Karamat Kuta Jero”. Upacara adat seperti Sedekah Bumi, Babarit, dan Nyuguh dilakukan sebagai penghormatan kepada makhluk gaib